Rabu, 22 April 2015

terapi psikoanalisis



Terapi Psikoanalisis
            Sebelum menggunakan teknik psikoterapi asosiasi bebas yang agak pasif, Freud bergantung pada pendekatan yang jauh lebih aktif. Freud menggambarkan tenik yang ia gunakan untuk membuka kenangan masa kanak-kanak yang mengalami represi.  Prosedur yang seperti inilah yang dibutuhkan oleh Freud, yaitu pengakuan mengenai godaan masa kanak-anak, seperti menggunakan tafsir mimpi dan hipnosis, Freud menyampaikan pada pasiennya bahwa gambaran seksual saat kanak-kanak akan muncul.          
            Freud menyatakan bahwa berdasarkan teknik dibawah tekanan ini, pasiennya menggambarkan ingatan masa kanak-kanak dimana mereka digoda secara seksual oleh orang dewasa. Pada saat itu ia terpaksa mengaku bahwa ”gambaran-gambaran godaan tersebut tak pernah terjadi, yang ada hanyalah fantasi, yang dibuat oleh pasien-pasien saya karena saya sendiri merasa kehilangan arah selama beberapa saat”. Namun, Freud tidak laam kehilangan arah. Hanya dalam beberapa hari saja, ia menyimpulkan bahwa “gejala-gejala neurotis tidak terkait langsung dengan peristiwa-peristiwa aktual, tetapi pada fantasi”. Inilah pertama kalinya ia menemukan oedipus complex.
            Tujuan utama dari terapi psikoanalisis Freud yang berkembang kemudian adalah mengungkapkan ingatan yang direpresi melalui asosiasi bebas dan analisis mimpi. Lebih spesifik lagi, tujuan dari psikoanalisis adalah untuk memperkuat ego, untuk membuatnya mandiri dari superego, memperluas persepsi dan mengembangkan organisasinya sehingga ego tersebut dapat mrngambil alih id. Dimana ada id disitu ada ego.
            Melalui asosiasi bebas, pasien diminta untuk mengutarakan setiap pikiran yang muncul dalam benaknya, tanap memikirkan apakah pikiran tersebut ada atau tidak ada hubungannya maupun menimbulkan rasa jijik. Tujuan asosiasi bebas adalah untuk sampai ke alam tidak sadar dengan cara mulai dari ideyang disadari saat ini, melalui serangakaian asosiasi, dan mengiktuti kemana ide ini pergi.
Proses ini tidak mudah, oleh karena itulah teknik analisis mimpi adalah teknik yang paling disukai oleh Freud.  Transference mengacu pada perasaan seksual atau agresif yang kuat, baik positif maupun negatif, yang dikembangkan oleh pasien selama penanganan terhadap terapis mereka. Perasaan transference ini tidak disebabkan oleh si terapis karena perasan yang berangkat dari pengalaman masa lalu pasien, terutama dengan orang tua mereka, hanya sekedar dialihkan pada terapis. Selama perasan ini berwujud rasa tertarik atau cinta, tarnsference ini tidak menganggu proses terapi, tetapi justru membantu kemajuan pasien. Transference positif memungkinkan pasien untuk menghidupkan kembali pengalaman masa kecil mereka dalam iklim penanganan analisis yang tak mengancam. Tetapi, transference negatif yang berbentuk kebencian pelu dikenali oleh terapis dan dijealskan pada pasien agar mereka mampu mengatasi resistenensi terhadap penaganan. Resistensia dalah beragam respons tidak sadar yang digunakan oleh pasien untuk menghambat kemajuan mereka sendiri selama terapi.
Freud menggunakan analisis mimpi untuk mengubah muatan manifes pada mimpi menajdi muatan yang lebih penting. Muatan manifes dari mimpi adalah makna mimpi pada permukaan atau deskripsi sadar yang disampaikan oleh orang yang ebrmimpi, sedangkan muatan laten berarti hal-hal yang tidak disadari.
Asumsi dasar dari analisi mimpi adalah hampir semua mimpi merupakan upaya pemenuahn keinginan. Sejumlah keinginan tampak jelas dan diungkapkan melalui muatan manifes, seperti pada orang yang tidur dalam keadaan lapar dan bermimpi memakan makanan yang enak.  Asumsi bahwa mimpi merupakan upaya pemenuhan keinginan, tidak muncul pada pasien yang mengalami pengalaman traumatis. Pada orang-orang seperti ini mimpi muncul mengikuti prinsip kumpulsi reptisi ketimbang memenuhi keinginan. Mimpis eperti ini lazim dialami pada individu yang mengalami stres pasca trauma yang berulang kali memimpikan pengalaman yang menakutkan atau traumatis.
Freud meyakini bahwa mimpi dibentuk dialam tidak sadar, tetapi mencoba masuk ke alam sadar. Agar bisa disadari, mimpi harus bisa menyelinap melewati sensor pertama dan akhir. Mimpi juga mampu menipu orang yang bermimpi dengan cara menghambat atau memutarbalikkan perasaan orang yang bermimpi itu.
Dalam menafsirkan mimpi, Freud biasanya mengikuti satu dari dua metode. Metode pertaama adalah meminta pasien untuk mengaitkan mimpi dengan semua hal yang berkaitan dengan mimpi eetrsebut adalah metode yang kedua adalah simbol-simbol mimpi untuk mengungkapkan elemen tidak sadar dibalik muatan manifes. Tujuan dari kedua metode tersebut adalah untuk meneusuri bagaimana mimpi itu terbentuk sampai akhirnya menjadi muatan laten. Pemahaman bahwa mimpi adalah upaya untuk memenuhi keinginan juga berlaku pada mimpi tentang kecemasan. Penjelasannya adalah kecemasan berada pada sistem bawah sadar, sedangkan keinginan berada apda alam tidak sadar.
            Pada mimpi malu terdapat ketelanjangan diri, orang yang bermimpi merasa malu atau rikuh karena merasa telanjang atau berpakaian tidak layak dihadapan orang asing. Orang yang menatap biasanya terlihat tidak peduli, sekalipun orang yang bermimpi itu merasa sangat malu. Mimpi tersebut bermula pada pengalaman telanjang ketika kanak-kanak di depan orang dewasa. Awanya, anak-anak tidak merasa malu, tetapi orang dewasa menujukkan ketidaksetujuan.
Mimpi tentang kematian seseorang yang dicintai juga berawal dari masa kanak-kanak dan pemenuha keinginan. Apabila seseorang memimpikan kematian orang yang lebih muda, maka alam bawah sadar mengekspresikan keinginan untuk melukai adik yeng menjadi saingan selama periode infantil. Apabila orang yang meninggal adaah orang yang lebih tua, maka orang ini memenuhi keinginan oedipal oleh kematian orang tua. Orang yang bermimpi, merasa cemas dan berduka selama bermimpi, hal ini karena perasaaan tersebut sudah dibalik.
Mimpi tentang kecemasan yang ketiga, yang lazim terjadi adalah mimpi tentang kegagalan dalam sekolah. Orang yang bermimpi tersebut, memimpikan gagal dalam ujian yang sebenarnya telah sukses ia jalani, bukan ujian dimana ia benar-benar gagal. Mimpi tersebut biasanya terjadi ketika orang yang dihadapi akan menghadapi tugas yang sulit.
Berdasarkan ketiga mimpi yang lazim ini, freud mencari keinginan tersembunyi dibalik mimpi tingkat manifestasi. Mencari pemenuhan tersebut membutuhkan kreativitas besar. Intinya, Freud meyakini bahwa mimpi dimotivasi oleh upaya memenuhi keinginan.
Refrensi :
-        Feist, Jess  & Gregory J, Fest. (2011). Teori kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
-         

Tidak ada komentar:

Posting Komentar