Terapi Psikoanalisis
Sebelum menggunakan teknik
psikoterapi asosiasi bebas yang agak pasif, Freud bergantung pada pendekatan
yang jauh lebih aktif. Freud menggambarkan tenik yang ia gunakan untuk membuka
kenangan masa kanak-kanak yang mengalami represi. Prosedur yang seperti inilah yang dibutuhkan
oleh Freud, yaitu pengakuan mengenai godaan masa kanak-anak, seperti
menggunakan tafsir mimpi dan hipnosis, Freud menyampaikan pada pasiennya bahwa
gambaran seksual saat kanak-kanak akan muncul.
Freud menyatakan bahwa berdasarkan
teknik dibawah tekanan ini, pasiennya menggambarkan ingatan masa kanak-kanak
dimana mereka digoda secara seksual oleh orang dewasa. Pada saat itu ia
terpaksa mengaku bahwa ”gambaran-gambaran godaan tersebut tak pernah terjadi,
yang ada hanyalah fantasi, yang dibuat oleh pasien-pasien saya karena saya
sendiri merasa kehilangan arah selama beberapa saat”. Namun, Freud tidak laam
kehilangan arah. Hanya dalam beberapa hari saja, ia menyimpulkan bahwa
“gejala-gejala neurotis tidak terkait langsung dengan peristiwa-peristiwa
aktual, tetapi pada fantasi”. Inilah pertama kalinya ia menemukan oedipus complex.
Tujuan
utama dari terapi psikoanalisis Freud yang berkembang kemudian adalah
mengungkapkan ingatan yang direpresi melalui asosiasi bebas dan analisis mimpi.
Lebih spesifik lagi, tujuan dari psikoanalisis adalah untuk memperkuat ego,
untuk membuatnya mandiri dari superego, memperluas persepsi dan mengembangkan
organisasinya sehingga ego tersebut dapat mrngambil alih id. Dimana ada id
disitu ada ego.
Melalui asosiasi bebas, pasien
diminta untuk mengutarakan setiap pikiran yang muncul dalam benaknya, tanap
memikirkan apakah pikiran tersebut ada atau tidak ada hubungannya maupun
menimbulkan rasa jijik. Tujuan asosiasi bebas adalah untuk sampai ke alam tidak
sadar dengan cara mulai dari ideyang disadari saat ini, melalui serangakaian
asosiasi, dan mengiktuti kemana ide ini pergi.
Proses
ini tidak mudah, oleh karena itulah teknik analisis mimpi adalah teknik yang
paling disukai oleh Freud. Transference
mengacu pada perasaan seksual atau agresif yang kuat, baik positif maupun
negatif, yang dikembangkan oleh pasien selama penanganan terhadap terapis
mereka. Perasaan transference ini tidak disebabkan oleh si terapis karena
perasan yang berangkat dari pengalaman masa lalu pasien, terutama dengan orang
tua mereka, hanya sekedar dialihkan pada terapis. Selama perasan ini berwujud
rasa tertarik atau cinta, tarnsference ini tidak menganggu proses terapi,
tetapi justru membantu kemajuan pasien. Transference positif memungkinkan
pasien untuk menghidupkan kembali pengalaman masa kecil mereka dalam iklim
penanganan analisis yang tak mengancam. Tetapi, transference negatif yang
berbentuk kebencian pelu dikenali oleh terapis dan dijealskan pada pasien agar
mereka mampu mengatasi resistenensi terhadap penaganan. Resistensia dalah
beragam respons tidak sadar yang digunakan oleh pasien untuk menghambat
kemajuan mereka sendiri selama terapi.
Freud
menggunakan analisis mimpi untuk mengubah muatan manifes pada mimpi menajdi
muatan yang lebih penting. Muatan manifes dari mimpi adalah makna mimpi pada
permukaan atau deskripsi sadar yang disampaikan oleh orang yang ebrmimpi,
sedangkan muatan laten berarti hal-hal yang tidak disadari.
Asumsi
dasar dari analisi mimpi adalah hampir semua mimpi merupakan upaya pemenuahn
keinginan. Sejumlah keinginan tampak jelas dan diungkapkan melalui muatan
manifes, seperti pada orang yang tidur dalam keadaan lapar dan bermimpi memakan
makanan yang enak. Asumsi bahwa mimpi
merupakan upaya pemenuhan keinginan, tidak muncul pada pasien yang mengalami
pengalaman traumatis. Pada orang-orang seperti ini mimpi muncul mengikuti
prinsip kumpulsi reptisi ketimbang memenuhi keinginan. Mimpis eperti ini lazim
dialami pada individu yang mengalami stres pasca trauma yang berulang kali
memimpikan pengalaman yang menakutkan atau traumatis.
Freud
meyakini bahwa mimpi dibentuk dialam tidak sadar, tetapi mencoba masuk ke alam
sadar. Agar bisa disadari, mimpi harus bisa menyelinap melewati sensor pertama
dan akhir. Mimpi juga mampu menipu orang yang bermimpi dengan cara menghambat
atau memutarbalikkan perasaan orang yang bermimpi itu.
Dalam
menafsirkan mimpi, Freud biasanya mengikuti satu dari dua metode. Metode
pertaama adalah meminta pasien untuk mengaitkan mimpi dengan semua hal yang
berkaitan dengan mimpi eetrsebut adalah metode yang kedua adalah simbol-simbol
mimpi untuk mengungkapkan elemen tidak sadar dibalik muatan manifes. Tujuan
dari kedua metode tersebut adalah untuk meneusuri bagaimana mimpi itu terbentuk
sampai akhirnya menjadi muatan laten. Pemahaman bahwa mimpi adalah upaya untuk
memenuhi keinginan juga berlaku pada mimpi tentang kecemasan. Penjelasannya
adalah kecemasan berada pada sistem bawah sadar, sedangkan keinginan berada
apda alam tidak sadar.
Pada mimpi malu terdapat
ketelanjangan diri, orang yang bermimpi merasa malu atau rikuh karena merasa
telanjang atau berpakaian tidak layak dihadapan orang asing. Orang yang menatap
biasanya terlihat tidak peduli, sekalipun orang yang bermimpi itu merasa sangat
malu. Mimpi tersebut bermula pada pengalaman telanjang ketika kanak-kanak di
depan orang dewasa. Awanya, anak-anak tidak merasa malu, tetapi orang dewasa
menujukkan ketidaksetujuan.
Mimpi
tentang kematian seseorang yang dicintai juga berawal dari masa kanak-kanak dan
pemenuha keinginan. Apabila seseorang memimpikan kematian orang yang lebih
muda, maka alam bawah sadar mengekspresikan keinginan untuk melukai adik yeng
menjadi saingan selama periode infantil. Apabila orang yang meninggal adaah
orang yang lebih tua, maka orang ini memenuhi keinginan oedipal oleh kematian
orang tua. Orang yang bermimpi, merasa cemas dan berduka selama bermimpi, hal
ini karena perasaaan tersebut sudah dibalik.
Mimpi
tentang kecemasan yang ketiga, yang lazim terjadi adalah mimpi tentang
kegagalan dalam sekolah. Orang yang bermimpi tersebut, memimpikan gagal dalam
ujian yang sebenarnya telah sukses ia jalani, bukan ujian dimana ia benar-benar
gagal. Mimpi tersebut biasanya terjadi ketika orang yang dihadapi akan menghadapi
tugas yang sulit.
Berdasarkan
ketiga mimpi yang lazim ini, freud mencari keinginan tersembunyi dibalik mimpi
tingkat manifestasi. Mencari pemenuhan tersebut membutuhkan kreativitas besar.
Intinya, Freud meyakini bahwa mimpi dimotivasi oleh upaya memenuhi keinginan.
Refrensi
:
-
Feist, Jess
& Gregory J, Fest. (2011). Teori kepribadian. Jakarta :
Salemba Humanika.
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar